Rabu, 15 Juni 2011

NITRIFIKASI DAN DENITRIFIKASI

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nitrifikasi adalah suatu proses oksidasi enzimatik yakni perubahan senyawa ammonium menjadi senyawa nitrat yang dilakukan oleh bakteri-bakteri tertentu. Proses ini berlangsug dalam dua tahap dan masing-masing dilakukan oleh grup bakteri yang berbeda. Tahap pertama adalah proses oksidasi ammonium menjadi nitrit yang dilaksanakan oleh bakteri Nitrosomonas dan tahap kedua adalah proses oksidasi enzimatik nitrit menjadi nitrat yang dilaksanakan oleh bakteri Nitrobakter (Damanik, dkk, 2011).
Denitrifikasi adalah reduksi nitrat menjadi nitrogen gas dan lepas dari tanah. Sesungguhnya, dalam hutan klimaks dan padang rumput yang kandungan bahan organik tanahnya kira-kira tetap dari tahun ke tahun dan jumlah nitrogen yang didaurkan di dalam tanah, penambahan nitrogen melalui penambatan mengarah pada kehilangan nitrogen dari tanah melalui denitrifikasi. Dengan demikian, denitrifikasi merupakan salah satu prose yang palig nyata dalam daur nitrogen dan menjadi penyebab kehilangan nitrogen secara nyata dari tanah (Foth, 1994).
Bila pupuk organik diberikan pada tanah, nitrogen yang terkandung didalamnya digunakan oleh jasad renik (mikroorganisme) untuk pertumbuhannya sendiri. Dengan bahan organik yang mempunyai kandungan nitrogen rendah (nisbah karbon terhadap nitrogen, atau C/N tinggi), seperti jerami padi atau brangkas jagung (mikroorganisme) jasad renik akan mengambil nitrogen yang diperlukan untuk memecah bahan itu, dari tanah dan dengan demikian menyebabkan kekurangan hara tanaman yang paling esensial ini untuk sementara waktu ( Williams, et al 1993).
Mineral N diteukan pada padang rumput dan tanah hutan dalam bentuk NH4+ paling tinggi yang mengesankan bahwa nitrifikasi tertekan, memungkinkan disebabkan dari sekresi persenyawaan inhibitor oleh akar dari spesies tertentu. Secara umum pemasukan N dalam secara kasar seimbang dengan kehilangan melalui pencucian dalam komunitas tanaman alami, pembersihan hutan, sedangkan tingkat rataan nitrifikasi da keberadaannya untuk diserap tanaman dalam bentuk NO3- menimbulkan kehilangan N yang besar dalam aliran permukaan (White, 1987).
Terdapat pula proses tanpa mikroba dimana nitrogen terdapat tereduksi dalam tanah menjadi bentuk gas. Misalnya, nitrit dalam asam lemah akan berkembang gas nitrogen ketika kontak dengan garam amonium, dengan susunan amino sederhana seperti urea, dan sedikit dengan lignin, fenol, dan karbohidrat. Reaksinya dapat digambarkan sesuai dengan yang terjadi pada urea :
2 HNO2 + CO (NH2)2 CO2 +3 H2O + 2 N2
Nitrit Urea
(Brady, 1984).
Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk memonitor transformasi yang dilakukan mikroba terhadap senyawa nitrogen di dalam tanah.


Kegunaan Percobaan
- Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal test di Laboratorium Bioteknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
- Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.









TINJAUAN PUSTAKA
Nitrifikasi
Ion ammonium dalam tanah dapat dioksidasi secara enzimatik oleh bakteri tanah, nitrit pertama menguntungkan dan nitrit selanjutnya. Bakteri itu dikelaskan sebagai autotrof karena mereka mendapatkan energinya dari oksidasi ammonium ion menjadi bahan organik. Proses ini dapat berakhir dengan nitrifikasi yang memiliki dua tahap utama. Tahap pertama menghasilkan perubahan ammonium menjadi nitrat oleh sekelompok spesifik tertentu dari autotrof bakteri (Nitrosomonas). Nitrit lalu dibentuk dan kemudain secara spontan dilanjutkan oleh grup kedua, Nitrobacter. Hasilnya, ketika NH4+ dilarutkan dalam tanah, biasanya dikonversikan secara cepat dalam NO3-. Oksidasi enzimatik melarutkan energy dan dapat ditunjukkan sangat sederhana dengan :
Step I NH4+ + 1 ½ O2 NO2- + 2 H+ + H2O + 275 kj energi
Step II NO2- + 1/2 O2 NO3- + 76 kj energi
(Brady and Weil, 2008).
Bakteri nitrifikasi sangat sensitive terhadap lingkungan mereka, lebih dari heterotrof pada umumnya. Akibatnya kondisi tanah mempengaruhi vigor dari nitrifikasi yang membutuhkan perhatian tertentu. Diantaranya adalah (a) aerasi, sejak nitrifikasi dip roses oksidasi pada tiap prosedur, itu meningkatkan aerasi pada tanah per point, memperbesar jumlah ini (b) temperature, umumya untuk proses ini dibutuhkan antara 800 – 900 F. Pada 1250 F, nitrifikasi akan langsung berhenti (c) kelembaban, rataan hasil nitrifikasi dalam tanah dengan menandakan adanya kapasitas air, proses mulai melambat pada kondisi kelembaban yang sangat tinggi dan sangat rendah (d) kejenuhan basa. Nitrifikasi membutuhkan keadaan kejenuhan basa yang tinggi (e) pupuk (f) kadar C/N (Brady, 1974).
Besarnya jumlah pengaruh kimia dalam perubahan bentuk reduksi nitrogen dalam pupuk untuk bentuk oksidasi oleh mikroorganisme atau pembatas sikap dari enzim tanah. Objek dari produk diatur nitrifikasi dan menjaga nitrogen dalam bentuk ammonium. Dalam bentuk ini, nitrogen tidak tercuci segera atau diubah ke dalam bentuk gas yang lepas dari tanah. Hasil percobaan di lapangan dalam efisiensi nitrogen, dipengaruhi oleh inhibitor nitrifikasi yang menunjukkan hasil yang kecil dalam peningkatan dari satu dalam enam test. Beberapa insektisida juga menghambat nitrifikasi dalam lapangan (Jones, 1982).
Nitrifikasi adalah proses dimana ammonium (NH4+) yang dioksidasi ke nitrat (NO2-) dan kemudian menjadi nitrat (NO3-). Rataan nitrifikasi juga di pengaruhi oleh kelembaban tanah dan cenderung menjadi sangat lambat pada tanah kering, dimana air encer membatasi difusi dari NH4+ ke nitrifiers. Secara spontan nitrifikasi adalah proses keasaman dalam oksidasi dari NH4+ ke NO3- menghasilkan ion H+. Sedangkan ini juga sensitif untuk mengubah pH tanah tersebut, dalam tanah pertanian, nitrifikasi tak berarti dibawah pH 4,5. Tetapi rataan nitrifikasi cenderung menjadi lemah pada temperatur tanah hutan asam (Bardgett, 2008).
Dalam keadaan menguntungkan berlangsungnya kedua reaksi tersebut, transformasi dari amonium menjadi benuk nitrit berlangsung sangat cepat menyusul reaksi pertama, sehingga tidak sempat terjadi penimbunan nitrit. Hal ini sangat menguntungkan karena bentuk nitrit bersifat racun bagi tanaman, akibatnya bentuk nitrat cenderung diakumulasikan di dalam tanah. Sebagai catatan bahwa bentuk ion nitrit ini tidak umum terdapat di dalam tanah dalam jumlah yang banyak (Damanik, dkk, 2011).
Denitrifikasi
Denitrifikasi dilakukan oleh organisme anaerob fakultatif yang menggunakan nitrat sebagai pengganti oksigen dalam respirasi, reaksinya tampak sebagai berikut :
C6H12O6 + 4 NO3- 6 CO2 + 6 H2O + 2 N2 (Plus NO, N2O dan NO2)
Dalam kondisi tanah yang jenuh air, denitrifikasi terjadi dalam keadaan anaerob dan mungkin terjadi di bagian dalam agregat-agregat lembab dalam tanah yang dianggap berdrainase baik. Biasanya denitrifikasi bersifat merusak bagi pertanian, karena nitrogen hilang, seperti bila pupuk nitrat diberikan pada tanah yang berdrainase buruk. Dalam perjalanannya, jasad renik berangsur-angsur mendenitrifikasi nitrat, yang lalu terlepas sebagai gas nitrogen (Foth, 1994).
Sebagai konsekuensi mobilitasnya yang besar dan absorbsi ion nitrat yang cepat oleh tanaman, semua pupuk nitrat terutama sangat cocok untuk memperbaiki kekurangan nitrogen yang diketahui terlambat. Meskipun demikian mereka mempunyai sifat garam yang membakar. Mereka juga mudah terlindi dalam tanah. Pupuk nitrat hendaknya jangan digunakan dalam tanah karena nitrogen akan hilang oleh proses denitrifikasi dalam tanah (bakteri tanah memecah nitrat menjadi nitrogen ketika mereka menggunakan oksigen dari NO3- untuk respirasi) (Williams, et al, 1993).
Reduksi oleh organisme, reduksi nitrat nitrogen ke bentuk gas merupakan paling tersebar luas menjadi tipe penguapan. Biokimia reduksi paling umum. Mikroorganisme meliputi anaerobic facultative pada umumnya. Mereka mempersiapkan oksigen elemen tapi dibawah aerasi yang kurang bisa menggunakan kombinasi oksigen dalam nitrat dan beberapa dari produk reduksi mereka. Mekanisme yang diperlukan dengan reduksi belum diketahui. Sedangkan gambaran umum reaksi dapat digambarkan sebagai berikut :
2 NO3- -2[O] 2 NO2- -2[O] 2 NO -[O] N2O -2[O] N2
nitrat nitrit nitrit nitrogen elementsi N2
oksida oksidasi
(Brady, 1984).
Terdapat 2 mekanisme kehilangan nitrogen dengan denitrifikasi. Denitrifikasi kimia dan denitrifikasi biologi. Biologi denitrifikasi terjadi dalam tanah anaerobic puncak dalam pembebasan dari N2O dan N2. Perhitungan dari kehilangan N sangat sulit, karena meskipun N2O konsentrasinya dalam udara tanah dapat diukur secara akurat dengan kromatografi udara, N terlihat sebagai N2 dapat diketahui dari dasar gas N2 jika original substrat N diberi diberi label dengan 15N (White, 1987).
Denitrifikasi adalah suatu proses pembentukan atau penguraian nitrat oleh adanya aktivitas mikroba tanah yang sampai saat ini menjadi masalah penting dan serius pemupukan di tanah sawah, karena dapat menyebabkan kehilangan N dalam jumlah besar. Kehilangan berkisar antara 20-40 % di India dan 30-50 % di Jepang, dimana kecepatan hilangnya nitrat karena denitrifikasi dipengaruhi oleh sifat tanah dan suhu. Bila suhu rendah sekitar 50 C, proses denitrifikasi menjadi lambat, sedangkan pada kondisi tropis (Indonesia) sebagian akan hilang beberapa hari setelah penggenangan (Suryadientina, 2009).


BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Percobaan
Percobaan ini dilakukan pada hari Selasa, 19 April 2011 pukul 13.00 WIB sampai selesai di Laboratorium Bioteknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada ketinggian ± 25 dpl.
Bahan dan Alat Percobaan
Adapun bahan yang digunakan yaitu :
Periode I
- 165 gr tanah gaperta, sebagai objek percobaan
- 165 gr tanah tanjung gusta, sebagai objek percobaan
- 165 gr tanah kampus USU, sebagai objek percobaan
- 165 gr tanah Helvetia, sebagai objek percobaan
- 16 botol infuse, sebagai wadah tanah 10 gr
- 4 botol ukuran 600 ml, sebagai wadah tanah 100 gr
- 2 gelas plastic (cup), sebagai wadah tanah 25 gr
- KNO3, sebagai sumber nitrogen
- Plastik, sebagai penutup botol-botol percobaan
- Karet gelang, sebagai pengikat kait palstik pada botol
- Label nama, sebagai penanda perlakuan
- Air destilasi, sebagaisumber air dan disiramkan pada tanah
- Tanah yang diinkubasi 1 minggu, sebagai objek percobaan
- (NH2)2 SO4, sebagai sumber amonium
- Glukosa, sebagai sumber karbon
- Reagen Nesstler , sebagai indicator akitivitas mikroba
- Kertas whatman ® # 42, sebagai tempat pembacaan
- Air, sebagai bahan pelembab tanah sebelum diberi reagen nesstler
- Tissue, sebagai pembersih
- Aluminium foil, sebagai penutup reagen nesstler
Adapun alat yang digunakan yaitu :
- Timbangan analytic, sebagai pengukur berat bahan
- Timbangan benchtop (± 0,01 g), sebagai pengukur berat
- Mangkuk timbang, sebagai wadah bahan saat ditimbang
- Spatula, sebagai pengambil bahan (pengaduk)
- 6 buah Erlenmeyer 125 ml untuk tiap jenis tanah, sebagai wadah tanah
- Gelas ukur 25 ml, sebagai pengukur larutan
- Corong saring, sebagai penyalur larutan untuk dipindahkan
- Labu ukur, sebagai wadah pengenceran
- Pipet, sebagai tempat penyaluran larutan
- Gelas ukur, sebagai pengukur bahan cair
- Selang infuse, sebagai penyalur air ke cawan porselir
- Cawan porselin, sebagai wadah pengamatan




Prosedur percobaan
Periode I
- Ditimbang 10 gr masing-masing tanah x 4 da dimasukkan ke dalam 4 kontainer (botol). Berikan kesemua kontainer 0,01 % KNO3 1 gr. Aduk sampai merata menggunakan spatula.
- Ditimbang 2 x 25 gr tanah ke dalam 2 kontainer tanpa nitrat dan 100 gr x 1 pada wadah kontainer 600 ml.
- Diinkubasi tanah selama 1 minggu, namun tutup kontainer dengan plastic yang telah diberi lubang-lubang kecil. Catat berat dari tanah + kontainer + plastik + karet gelang.
- Ditambahkan 25 ml air pada tanah inkubasi
- Diberi selang pada botol infuse
- Diteteskan pada cawan porselen dan diberi reagen nesstler (2-3 tetes)
- Diamati perubahan yang terjadi
Periode II
Konsentrasi nitrat pada minggu pertama
- Ditimbang semua tanah berikut dengan kontainer dan catat
- Dihitung kelembaban tanah
- Ditimbang 10 gr sampel tanah masukkan ke dalam 6 erlenmeyer 125 ml (4 dengan nitrat dan 2 kontrol tanpa nitrat). Catat berat setiap tanah yang tersisa dalam container (termasuk plastic penutup dan karet gelang). Gunakan 1 erlenmeyer kosong (tanpa tanah) sebagai blanko (jadi semuanya ada 7 buah Erlenmeyer).
- Ditambahkan 25 ml air destilasi ke setiap erlenmeyer dan aduk sesekali dalam periode 30 menit.
- Disaring suspense dengan menggunakan kertas whatman ® # 42 ke dalam mangkuk plastic. Hanya diperlukan beberapa ml nitrat saja.
- Diukur dengan menteskan larutan nesstler pada tiap larutan
- Diteteskan pada cawan porselen
- Ditambahkan 2-3 tetes reagen nesstler
- Diamati perubahan yang terjadi
Tambah amonium ke dalam tanah
- Ditambahkan 0,1 % (NH2)SO4 berdasarkan berat kering ke 4 sampel tanah. Catat jumlah yang ditambahkan. Aduk dengan rata menggunkan spatula
- Diberi label pada tiap dengan container “aerobic”. “anaerobic”, aerobic + anarobik”, “aerobic + glukosa”.
- Ditamabahkan glukosa pada setiap perlakuan glukosa sebanyak 0,5 % (1 gr) berdasarkan berat kering. Aduk dengan rata dengan spatula.
- Diberi label “aerobic” atau “aerobic + anaerobic”, koreksi lagi kadar aiar dari tanah seperti keadaan semula. Kemudian tutup dengan penutup plastic sebelumnya, lalu timbang lagi.
- Untuk perlakuan : aerobic dan “anaerobic + glukosa “ tambahkan air destilasi sampai jenuh. Air ditambahkan dengan perlahan dan tanah diaduk agar pori dijenuhi oleh air.
- Diganti tutup dengan tutup plastic yang tidak berlubang-lubang. Timbang tanah dengan container beserta penutup.
- Diberi 25 ml air kedalam botol
- Disaring dengan menggunakan kertas saring
- Diteteskan pada cawan porselen dn diberi reagen nesstler (2-3 tetes)
- Diamati perubahan yang terjadi
Periode III
- Ditimbang tiap container dan catat berat. Hitung lagi kadar air akhir
- Dianalisa keberadaan nitrat dengan reagen nesttler. Larutan sampel diambil dari 10 gr dari tiap sampel tanah seperti yang dilakukan pada periode kedua
- Disediakan seluruh botol perlakuan
- Dipasang selang infuse pada botol infuse dan diberi air 25 ml ke dalam botol infuse
- Diletakkan cawan porselen dibawah selang da dibiarkan air menets sekitaer 2-3 tetes pada cawan.
- Ditetestkan regaen nesstler pada cawan tersebut dan diamati perubahannya.
- Untuk perlakuan botol cup ditambahkan air 25 ml lalu disaring dengan menggunakan kertas saring sekitar 3-4 tetes
- Diberi reagen nesstler dan dicatat hasil pengamatan








HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
No Perlakuan Perubahan
1 Tanah A 100 gr + KNO3 Ada
2 Tanah B 100 gr + KNO3 Ada
3 Tanah C 100 gr + KNO3 Ada
4 Tanah D 100 gr + KNO3 Ada
5 Tanah A 25 gr Ada
6 Tanah B 25 gr Ada
7 Tanah A 10 gr + kapas Tidak ada
8 Tanah B 10 gr + kapas Tidak ada
9 Tanah C 10 gr + kapas Tidak ada
10 Tanah D 10 gr + kapas Tidak ada
11 Tanah A 10 gr + kapas + (NH4)2SO4 Tidak ada
12 Tanah B 10 gr + kapas + (NH4)2SO4 Tidak ada
13 Tanah C 10 gr + kapas + (NH4)2SO4 Tidak ada
14 Tanah D 10 gr + kapas + (NH4)2SO4 Tidak ada
15 Tanah A 10 gr + aerob Ada
16 Tanah B 10 gr + anaerob Ada
17 Tanah C 10 gr + aerob Ada
18 Tanah D 10 gr + anareob Ada
19 Tanah A 10 gr + glukosa + aerob Ada
20 Tanah B 10 gr + glukosa + anaerob Ada
21 Tanah C 10 gr + glukosa + aerob Ada
22 Tanah D 10 gr + glukosa + anaerob Ada

Keterangan : - Tanah A : Tanah Helvetia
- Tanah B : Tanah Tj. Gusta
- Tanah C : Tanah Kampus
- Tanah D : Tanah Gaperta

Pembahasan

Dari hasil percobaan diketahui bahwa tanah dengan penambahan KNO3 mengalami denitrifikasi yang ditandai terjadi perubahan pada air yang ditetesi reagen nesstler menjadi kuning. Ini juga menunjukkan adanya aktivitas bakteri pendenitrifikasi seperti Pseudomonas dan Thiobacillus. Adanya perubahan wujud KNO3 menjadi N2 (NO3 bereaksi) dengan ini dapat menunjukkan pupuk nitrat sangat mudah kehilangan unsure N. Hal ini sesuai dengan literature Williams, et al (1993) yang menyatakan pupuk nitrat hendaknya jangan digunakan dalam tanah karena nitrogen akan hilang oleh proses denitrifikasi dalam tanah (bakteri tanah memecah nitrat menjadi nitrogen ketika mereka menggunakan oksigen dari NO3- untuk respirasi).
Dalam percobaan dengan tanah + kapas, tidak ditemui adanya proses nitrifikasi. Hal ini disebabkan karena kapas merupakan inhibitor dalam kegiatan tersebut. Dismaping itu juga perlakuan tanah + kapas + (NH4)2SO4 mengalami hsil yang sama (tidak terjadi aktivitas). Meskipun ada penyuplai amonium dalam bentuk bahan kimia namun karena ada kapas maka menghalangi jalannya perubahan tersebut. Hal ini sesuai denga literature Jones (1982) yang menyatakan besarnya jumlah pengaruh kimia dalam perubahan bentuk reduksi nitrogen dalam pupuk untuk bentuk oksidasi oleh mikroorganisme atau pembatas sikap dari enzim tanah. Hasil percobaan di lapangan dalam efisiensi nitrogen, dipengaruhi oleh inhibitor nitrifikasi yang menunjukkan hasil yang kecil dalam peningkatan dari satu dalam enam test.
Pada data dengan tanah + aerib dan tanah + anaerob, proses nitrifikasi dan denitrifikasi berlangsung. Pada tanah + aerob, nitrifikasi terjadi dengan adanya perubahan amonium menjadi nitrat yang pada kondisi anaerob dilanjutkan dengan peristiwa denitrifikasi. Dari ini dapat diketahui jenis bakteri yang berperab adalah bakteri autotrof yang menghasilkan energy. Hal ini sesuai dengan literatur Brady and Weil (2008) yang menyatakan ion ammonium dalam tanah dapat dioksidasi secara enzimatik oleh bakteri tanah, nitrit pertama menguntungkan dan nitrit selanjutnya. Bakteri itu dikelaskan sebagai autotrof karena mereka mendapatkan energinya dari oksidasi ammonium ion menjadi bahan organik. Oksidasi enzimatik melarutkan energy dan dapat ditunjukkan sangat sederhana dengan :
Step I NH4+ + 1 ½ O2 NO2- + 2 H+ + H2O + 275 kj energi
Step II NO2- + 1/2 O2 NO3- + 76 kj energy
Sedangkan pada tanah + glukosa + anaerob mengalami proses denitrifikasi pula. Fungsi glukosa disini sebagai penyuplai energy (karbon) untuk dapat diubah menjadi N2 oleh bakteri anaerob fakultatif yang terdapat di dalam tanah tersebut. Air yang menggenangi tanah menciptakan kondisi anaerob dan menyebabkan agregat-agregat lembab dalam tanah dan berdrainase sehingga memungkinkan denitrifikasi. Hal ini sesuai dengan literatur Foth (1994) yang menyatakan denitrifikasi dilakukan oleh organisme anaerob fakultatif yang menggunakan nitrat sebagai pengganti oksigen dalam respirasi, reaksinya tampak sebagai berikut :
C6H12O6 + 4 NO3- 6 CO2 + 6 H2O + 2 N2 (Plus NO, N2O dan NO2)
Dalam kondisi tanah yang jenuh air, denitrifikasi terjadi dalam keadaan anaerob dan mungkin terjadi di bagian dalam agregat-agregat lembab dalam tanah yang dianggap berdrainase baik.
Terjadinya keragaman hasil pada percobaan ini menunjukkan bahwa proses denitrifikasi dan nitrifikasi dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Hal ini dikarenakan bakteri nitrifikasi sangat sensitive terhadap lingkungannya. Tanah yang memilki bakteri tersebut memiliki beberapa karakter berbeda antara tanah A, B, C, D yang memilki sifat tanah yang berbeda seperti kelembaban dan temperatur yang dipengaruhi oleh penggenangan air pada botol-botol percobaan pada kondisi anaerob, lalu kadar glukosa yang ditambahkan pada perlakuan tertentu, aerasi dari tanah itu sendiri sebagai ruang hidup bakteri dan kapasitas tukar kation (kejenuhan basa) yang dimiliki tanah untuk menangkap NO3- dari KNO3 dan NH4+ pada (NH4)2SO4. Hal ini sesuai denga literatur Brady (1974) yang menyatakan bakteri nitrifikasi sangat sensitive terhadap lingkungan mereka, lebih dari heterotrof pada umumnya. Akibatnya kondisi tanah mempengaruhi vigor dari nitrifikasi yang membutuhkan perhatian tertentu. Diantaranya adalah (a) aerasi (b) temperature (c) kelembaban (d) kejenuhan basa (e) pupuk (f) kadar C/N.
Dari ini dapat diketahui bahwa nitrifikasi merupakan proses pengubahan bentuk NH4+ dari (NH4)2SO4 ke NO3- dari KNO3. Pru merupakan prinsip dari proses nitrifikasi dimana terjadinya proses keasaman dalam oksidasi dari NH4+ ke NO3- dan menghasilkan ion H+. Hal ini sesuai dengan literatur Bardgett (2008) yang menyatakan nitrifikasi adalah proses dimana ammonium (NH4+) yang dioksidasi ke nitrat (NO2-) dan kemudian menjadi nitrat (NO3-). Secara spontan nitrifikasi adalah proses keasaman dalam oksidasi dari NH4+ ke NO3- menghasilkan ion H+.
Dari hasil percobaan diketahui bahwa proses nitrifikasi yang paling banyak terjadi (terdapat dalam jumlah besar) yang ditandai adanya 14 perlakuan yang menunjukkan gejala nitrifikasi dan hanya 8 yang menunjukkan denitrifikasi. Hal ini disebabkan amonium sangat cepat dapat diubah menjadi bentuk nitrat. Hal ini sesuai dengan literatur Damanik, dkk (2011) yang menyatakan dalam keadaan menguntungkan berlangsungnya kedua reaksi tersebut, transformasi dari amonium menjadi benuk nitrit berlangsung sangat cepat menyusul reaksi pertama.









KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Tanah dengan perlakuan penambahan KNO3 (tanah + KNO3) mengalami proses nitrifikasi yang ditandai adanya perubahan KNO3 menjadi NO3-.
2. Tanah dengan perlakuan kontrol juga mengalami proses nitrifikasi dan denitrifikasi.
3. Tanah + kapas dan tanah + kapas + (NH4)2SO4 mengalami proses denitrifikasi.
4. Tanah + aerob dan tanah + anaerib mengalami nitrifikasi yang menunjukkan bahwa proses itu membutuhkan kondisi tersebut.
5. Tanah dengan penambahan glukosa mengalami nitrifikasi yang mengubah glukosa tersebut ke dalam CO2, H2O, N2 (Plus NO, N2O dan NO2).
6. Perbedaan tingkat nitrifikasi dan denitrifikasi dipengaruhi oleh jenis tanah yang menunjukkan sifat tanah yang secara langsung menentukan faktor terjadinya proses tersebtu yaitu kelembaban, temperatur, aerasi, dan kejenuhan basa.
Saran
Pada saat meneteskan reagen nesstler sebaiknya dilakukan hait-hati dan tidak terlalu banyak (sekitar 2-3 tetes saja).





DAFTAR PUSTAKA
Bardgett, R.D. 2008. The Biology of Soil : A community and Ecosystem Approach. Oxford University Press. London

Brady, N.C. 1984. The Nature and Properties of Soils. Mac Millan Publishing Company. New York.

Brady, N. C. 1974. The Nature and Properties of Soils. 8th Edition. Mac Millan Publishing CO.Inc. New York.

Brady, N. C and R.R. Weil .2008. The Nature and Properties of Soils. 40th Edition. Pearson Hall. New Jersey.

Damanik, M.M.B ; B.E. Hasibuan ; Fauzi ; Sarifuddin ; H. Hanum. 2011. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press. Medan.

Foth, H.D. 1994. Dasar-dasar Ilmu Tanah. 6th Edition. Penerjemah : Soenartono Adisoemartono. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Jones, U.S. 1982. Fertilizers and Soil Fertility. Reston Publishing Company. Prentice-Hall Company. Virginia.

Suryadientina. 2009. Denitrifikasi. Diakses dari http://biogen.litbang.deptan.go.id. Pada tanggal 26 April 2011.

White, R.E. 1987. Introduction to The Principles and Practices of Soil Science. Blackwell Scientific Publications. Melbourne.

Williams, C.N ; J.O U 20 ; W.T.H. Peregrine. 1993. Produksi Sayuran di Daerah Tropika. Penerjemah : S. Ronoprawiro. UGM Press. Yogyakarta.

Senin, 30 Mei 2011

ISOLASI MIKROORGANISME SELLULOTIK

PENDAHULUAN

Latar belakang

Baik secara langsung maupun tidak langsung, bahan buangan dari manusia dan hewan, jasad mereka, serta jaringan tumbuh-tumbuhan, dibuang atau dikubur dalam tanah. Setelah beberapa lama, bahan-bahan tersebut berubah menjadi komponen organik dan beberapa komponen anorganik tanah. Perubahan-perubahan ini dilakukan oleh mikroorganisme yaitu perubahan bahan organik menjadi substansi yang menyediakan nutrien bagi dunia tumbuhan. Tanpa aktifitas mikroba maka segala kehidupan di bumi ini lambat laun akan terhambat (Pelzar, dkk, 1988).

Mikroorganisme terlibat dalam dekomposisi bahan-bahan organik adalah bakteri, aktinomisetes dan fomi. Mikroorganisme dalam mendekomposisi bahan organik mengeluarkan enzim yaitu suatu substansi protein yang bertanggungjawab terhadap dekomposisi dengan cara mengurangi aktifitas energi senyawa-senyawa tertentu yang diperlukan untuk memecah ikatan-ikatan bahan-bahan organik atau (lingkungan alami) (Yulipriyanto. 2000).

Sellulosa, seperti tepung, merupakan suatu polimer suatu glukosa. Berhubungan dengan struktur fisiknya yang spesifik dan ketahanannya pada kebanyakan enzim dan bahan-bahan reaksi kimiawi, bagaimanapun juga sellulosa menimbulkan beberapa masalah yang berbeda sebagaimana halnya kalau kita memperlihatkan dekomposisi dalam tanah dan kompos. Sellulosa menunjukkan suatu bentuk senyawa kimiawi terpisah (tunggal). Sehubungan dengan perbedaan-perbedaan dalam sifat/keadaan berbagai kotoran penyerta, sellulosa dari sumber yang berbeda dapat memperliharkan dengan jelas perbedaan sifat-sifat fisiknya (Sutedjo, dkk, 1996).

Tiap sel hidup mengandung enzim ratusan banyaknya. Di dalam biji-bijian kita dapati bermacam-macam enzim di dalam keadaan yang paling lengkap. Tidak semua sel mengandung jumlah dan jenis enzim yang sama. Ada enzim yang selalu terdapat dalam setiap sel, misalnya enzim-enzim pernafanasan. Adapula enzim-enzim yang hanya terdapat dalam jaringan-jaringan atau alat yang tertentu saja. Kebanyakan enzim itu terdapat di dalam protoplasma, sedikit benar yang terdapat di dalam sel (jaringan) lainnya (Dwidjosaputro. 1980).

Pertumbuhan mikroorganisme tergantung dari tersedianya air. Bahan-bahan yang terlarut dalam air, yang digunakan mikroorganisme untuk membentuk bahan sel dan memperoleh energi adalah bahan makanan. Tuntutan berbagai mikroorganisme yang menyangkut susunan larutan makanan dan persyaratan lingkungan tertentu, sangat berbeda-beda. Oleh sebab itu diperkenalkan banyak resep untuk membuat media di laboratorium untuk mikroorganisme (Schmidt, 2000).

Tujuan percobaan

Adapun tujuan percobaan yaitu untuk mengetahui cara mengisolasi mikroorganisme sellulotik dan mengukur kemampuan mikroorganisme sellulotik tersebut mendekomposisi sellulosa melalui uji kadar gula.

Kegunaan percobaan

- Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal tes di Laboratorium Bioteknologi Pertanian Sub Ilmu Tanah Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

- Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

Tinjauan pustaka

Isolasi

Prinsip dari isolasi mikroba adalah memisahkan satu jenis mikroba dengan mikroba lain yang berasal dari campuran bermacam-macam mikroba. Hal ini dapat dilakukan dengan menumbuhkannya pada media padat kerena dalam media padat sel-sel mikroba akan membentuk suatu koloni sel yang tetap pada tempatnya. Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menggores cawan. Tujuan utama dari penggoresan cawan ini adalah untuk menghasilkan koloni-koloni bakteri yang terpisah dengan baik dari substansi sel yang pekat. Selama inokolasi, kumpulan-kumpulan sel pada permulaan penggoresan akan membentuk koloni yang berjalan bersamaan, tetapi setelah goresan berlangsung lebih jauh maka sel sel yang tertinggal dalam tetesan-tetesan yang terbawa oleh jarum makin sedikit (Wiryanto, 1999).

Skriny

Teknik somaklonal menunjukkan janji untuk digunakan oleh ahli genetik dan pemulia dalam beberapa aspek tugas-tugas mereka. Sistem kultur menciptakan dengan mudah pekerjaan skriny dan seleksi untuk berbagai karakter yang ada (Nasir, 2002).

Mikroorganisme sellulotik

Organisme yang mengambil energinya dengan cara fotosintesis atau dengan cara mengaoksidasi senyawa-senyawa anorganik dapat memanfaatkan CO2 sebagai sumber karbon utama. Organisme C/Ototrof ini mereduksi CO2. Semua organisme lain mendapatkan karbon sel dari nutrien organik. Yang tersebut terakhir ini pada umumnya merupakan sumber karbon maupun sumber energi, zat-zat ini sebagian terasimilasi ke dalam substansi sel dan sebagian dioksidasi untuk memperoleh energi. Zat-zat alamiah yang terbanyak terdapat di bumi ini adalah polisakarida sellulosa dan pati. Komponen bangun monomer dari senyawa-senyawa polimer ini adalah glukosa, yang mampu dimanfatkan oleh banyak miikroorganisme. Tetapi juga semua zat organik lain yang terbentuk secara alamiah diolah dan diuraikan oleh mikroorganisme (Smith, 2000).

Sellulosa ialah glukosa yang banyak terdapat di dalam tubuh tumbuhan; zat ini merupakan kostituen pokok tiap-tiap dinding sel. Satu molekul sellulosa dapat dibayangkan sebagai suatu pitaran kain paling sedikit 1000 molekul glukosa.

Hidrolisin dengan pertolongan enzim sellulase menghasilkan disakarida sellobiosa. Sellulosa tidak dapat dicerna oleh alat-alat pencernaan mamalia, pula zat ini tidak larut di dalam air maupun di dalam zat pelarut organik. Beberapa jenis bakteri, jamur dan beberapa invertebrata seperti Termitidae (rayap) memiliki enzim sellulase, sehingga mereka itu dapat mencerna sellulosa (Dwidjosaputro, 1980).

Hampir tidak terbatas jumlah medium biakan yang dapat digunakan untuk menumbuhkan jamur dan bateri patogenik tumbuhan. Beberapa di antaraya bersifat sintesis sama sekali/terbuat dari senyawa kimia tertentu dengan takaran yang jelas dan biasanya sangat spesifik terhadap patogen tertentu. Beberapa di antaranya berupa cairan atau semi cair yang khusus digunakan untuk pertumbuhan bakteri tetapi juga untuk jamur pada kasus-kasus tertentu. sebagian besar medium mengandung ekstrak bahan alami berupa karbohidrat dan hara lain dan ditambahkan ada untuk memadatkan media prmbentuk jel sehingga patogen tumbuh serta dapat dilihat (Adrios, 1996).

Mekanisme pembongkaran sellulosa oleh mikroorganisme, sama sekali tergantung atas sifat/keadaan organisme dan kondisi-kondisi dikomposisi. Bakteri aerobik dan cendawan membongkar sellulosa dengan sempurna dan hanya menghasilkan CO2, pigmen-pigmen tertentu, sejumlah substansi (zat) selmikrobial. Sekitar sebanyak 30-40% dari sellulosa yang dipecah/dipisahkan oleh organisme pemisah (dekomposing organism) diubah ke dalam bahan sel. Media yang lembab sangat baik bagi pertumbuhan cendawan berfilamen dan bagi bakteria aerobik pendekompos sellulosa (Sutedjo, 1996).

Kemampuan bahan terdekomposisi tergantung keadaan fisik atau komposisi. Laju pelapukan juga tergantung faktor lingkungan. Faktor lain yang membantu laju dekomposisi yang optimum adalah pH tanah, kelembaban, temperatur, nutrisi yang cukup. Tahap-tahap proses dekomposisi yaitu pada tahap awal, bahan organik dikolonisasi dengan cepat oleh bakteri yang tumbuh cepat, sementara fungi memangsa bahan-bahan organik tersebut melalui cairan. Pada tahap akhir bahan organik yang telah didekomposisi menjadi sulit dikenali, lebih menyerupai substansi humik, berwarna hitam. Seluruh organisme pada semua tahap dekomposisi mengeluarkan energi dari karbon, sebagai panas dan CO­­2. Dengan demikian massa organik sisa berkurang, dan unsur-unsur penyusunan bahan organik berangsur-angsur kembali ke bentuk anorganik (Yulipriyanto, 2000).

Selama pertumbuhannya dalam media kultur: Calcarisporium dapat pula diinfeksi oleh panas. Trichoderma viride, yang menghasilkan antibiotik pelemah fungi inangnya sebelum diinfeksi. Hal ini merupakan suatu hal yang unik karena umumnya mikoparasit lain membutuhkan asosiasi inang-parasit yang lebih intim. Sebelum memulai infeksi, Trichoderma ini menginfeksi melalui dua mekanisme (Hanafiah, dkk, 2005).

Hanya ada beberapa lingkungan di bumi ini yang mengandung sedemikian banyak macam ragam mikroorganisme seperti yang terkandung dalam tanah subur. Bakteri, cendawan, algae, protozoa, dan virus secara bersama membentuk kumpulan mikroorganisme yang dapat mencapai jumlah total sampai bermilyar. Keanekaragaman yang luas flora mikroba tersebut merupakan masalah di dalam setiap usaha untuk menghitung populasi total (Pelczar, dkk, 1988).

Di sana banyak jamur sellulotik, seperti aspergillus sp, tapi lebih banyak lagi bakteri sellulotik, meskipun actinomycetes seperti Streptomyces sp memproduksi sellulosa. Sellulosa tidak enzim sederhana tapi sebuah enzim yang mengandung sellobiosa (Wood, 2005).

Bahan dan metode

Tempat dan waktu percobaan

Percobaan ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Pertanian Sub Ilmu Tanah Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada hari selasa 12 april 2011 pukul 12.00 WIB –selesai.

Bahan dan alat percobaan

Adapun bahan yang digunakan yaitu:

- Media tumbuh (PDA,Czapk, Asparagine, dan mandel dan rese)

Fungsi: sebagai media tumbuh organisme

- Jamur Trichoderma sp

Fungsi: sebagai mikroorganisme sellulotik yang ditambahkan pada media tumbuh

- Coper reagent (A)+ coper reagent (B)

Fungsi: sebagai larutan yang digunakan untuk mengukur aktifitas enzim sellulotik

- Arfenolmolybdate

Fungsi: sebagai larutan untuk indikator dan pewarnaan dari nattan sebelum dibaca

- Analar anhydrous glucose

Fungsi: sebagai karbon atau gula untuk pertumbuhan mikroorganisme

- Asam denzoat/0,2%

Fungsi: sebagai senyawa aromatik pelengkap media glukosa

- Air aquades

Fungsi: sebagai pelarut

- Kapas

Fungsi: sebagai penutup botol media

- Aluminium foil

Fungsi: sebagai penutup mulut erlemeyer yang berfungsi sebagai media isolasi

- Tissue

Fungsi: sebagai pembersih

- Kertas saring steril untuk diperkaya

Fungsi: sebagai alat penyaringan (sterilisasi)

- 1% methiolate

Fungsi: sebagai pemisah antara nattan dan super nattan

- Label nama

Fungsi sebagai penanda perlakuan

- Kentang berbentuk dadu

Fungsi: sebagai bahan pembuat media

- Dextrose

Fungsi: sebagai campuran pembuatan media PDA

- Agar

Fungsi: sebagai pemadat media PDA

- Air

Fungsi: sebagai bahan pelarut

Adapun alat yang digunakan yaitu:

- Petridish steril

Fungsi: sebagai wadah bahan

- Pipet steril

Fungsi: sebagai alat bantu pengambilan larutan

- Erlemeyer 250 ml

Fungsi: sebagai wadah larutan

- Sentrifuse

Fungsi: sebagai alat pemisah nattan dan super nattan

- Inkubator

Fungsi: sebagai alat inkubasi media dan lain-lain

- Autoklaf

Fungsi: sebagai alat sterilisasi bahan dan alat lainnya

- Spektrometer

Fungsi: sebagai alat pengukur aktifitas enzim sellulase

- Deakerlgass

Fungsi: sebagai wadah larutan

- Hot plate

Fungsi: sebagai alat pemanas

- Flasks

Fungsi: sebagai wadah media

- Rotaryshaker

Fungsi: sebagai alat penggojong (pengaduk media otomatis)

- Kulkas

Fungsi: sebagai tempat penyimpanan larutan

- Labu ukur

Fungsi: sebagai wadah pembuatan larutan standar

- Water bath

Fungsi: sebagai alat perebus tabung (sterilisasi)

- Timbangan analitik

Fungsi: sebagai penimbang (alat ukur berat bahan)

- LAF

Fungsi: sebagai tempat transfer dan pekerjaan steril

- Pengaduk

Fungsi: sebagai alat memasak bahan-bahan

- Panci

Fungsi: sebagai alat mencampurkan dan memasak media

- Pisau

Fungsi: untuk memotong kentang

Prosedur percobaan

I. Pembuatan media untuk mengisolasi mikroorganisme sellulotik

- Ditimbang bahan-bahan yang diperlukan.

- Dituang sebanyak 100 ml pada setiap 250 ml erlemeyer.

- Ditutup dengan kapas dan aluminium foil.

- Di autoklaf pada 121oc selama 20 menit.

- Disterilkan kertas saring digantung dalam erlemeyer yang berisi media yang telah disterilkan dengan cara sebagian dari kertas saring tercelup dalam media (dalam LAF).

- Setelah satu minggu inkubasi (pada temp 28oc+ 2oc, kertas saring dan 10 ml broth dipindahkan ke dalam media yang baru dan telah diautoklaf.

- Diulangi langkah sebelumnya sebanyak 5 kali pada proses pemerkayaan sudah cukup untuk menanam mikroba pada media standar.

- Dipurisitasi jamur dan disimpan dalam agar miring.

- Diidentifikasi koloni jamur tersebut.

II. mempersiapkan enzim untuk mengukur aktifits enzim sellulase

- disiapkan media.

- Ditimbang bahan masukan ke dalam wadah deaker, aduk hingga rata. Jika bahan masih mengendap lakukan pemanasan di atas hot plate atau kompor gas.

- Dituangkan sebanyak 100 ml medium kepada setiap 250 ml flasks, diautoklaf pada temperatur 121o c selama 20 menit.

- Diinokulasikan mikroorganisme yang mau diseleksi.

- Ditutup rapat klaf dan diletakkan di atas rotaryshaker (kecepatan 180 rpm) dan diinkubasi pada 30oc+ 1oc.

- Dipindahkan 20 ml sempel secara accepted.

- Disentrifus pada 5000 rpm selama 40 menit pada temperatur ruang.

- Ditambahkan 1% metiolate (1 ml/100 ml ekstrak yang harus disimpan dalam kulkas untuk menghindari kehilangan aktivitas enzim yang cukup besar. Super nattan digunakan sebagai enzim mentah untuk mengukur aktifitas sellulase.

III. Prosedur mengukur enzim sellulase

- Diambil 2,0 ml larutan enzim, masukkan 18 ml 1% carbosymethyl sellulece dalam buffer sitrate.

- Phosphate nclivaime’s (pH 6,0). Setelah diinkubasi campuran reaksi pada temperatur 40o c selama 60 menit.

- Dibuat larutan standar. Buat lanjutan stok 10 mg glukosa/ml, dengan cara melarutkan 1g analar unhydrousglucosa dalam 100 ml asam benzoat 0,2% dalam labu ukur. Ambil 0; 0,25; 0.50; 0.75; 1,00; 1,25; 1,50 ml dari larutan stock di atas dan masukkan ke dalam labu ukur 100 ml yang terpisah dan penuhkan hingga tanda dengan asam benzoat 0,25%, dan akan menjadi standar 25; 50; 75; 100; 125 dan 150 mg glukosa + ml.

- Ditambahkan tiap 1 ml konsentrasi glukasa dengan 2 ml campuran copper alkaline.

- Direbus tabung berisi cairan standar selama 20 menit dalam waterbath.

- Didinginkan tabung tersebut dan ditambahkan 2 ml larutan arsvenol moletdath pada setiap tabung. Gojok, larutan akan berwarna biru dan berbuih.

- Dilarutkan cairan di atas dengan 25 ml air destilasi dan warna biru akan dibaca dengan menggunakan spektrometer.

- Digambarkan kurva standar dengan sumbu x adalah 0,5d dan sumbu y adalah konsentrasi glukosa.

- Dihitung kadar gula dari santo, yang menunjukkan aktifitas enzim sellulase.

Hasil dan pembahasan

hasil

Larutan standar


Trasmittan (T)


A

0


100


0

25


94


0,0268721464

50


92


0,0362121727

75


90


0,0457574906

100


83,4


0,0788339494

125


73


0,13667714

150


70


0,15490196


Perhitungan

Rumus: A=-log t/100

Larutan standar 0 A=-log100/100

=-log1

= 0

Larutan standar 25 A=-log94/100

=-log0,94

= 0,0268721464

Larutan standar 50 A=-log92/100

=-log0,92

= 0,0362121727

Larutan standar 75 A=-log90/100

=-log0,90

= 0,0457574906

Larutan standar 100 A=-log83,4/100

=-log0,834

= 0,0788339494

Larutan standar 125 A=-log73/100

=-log0,73

= 0,13667714

Larutan standar 150 A=-log70/100

=-log0,70

= 0,15490196

Jenis


nilai


Fungsi: y=0,103x-0,009

Aktifitas enzim trichodarma sp


1,5


Y=0,103 (1,5)- 0,009=0,1455


Pembahasan

Dari hasil percobaan diketahui bahwa nilai absorben terus mengalami peningkatan pada tiap kenaikan volume larutan standar. Seperti pada larutan standar 25 ml dengan transmittan 94, diperolehlah nilai absorben sebesar 0,0268721464. Hal ini menunjukkan bahwa aktifitas enzim sellulase yang dihasilkan oleh mikroba trichodarma sp semakin tinggi seiring dengan peningkatan konsentrasi larutan dan tingginya kemampuan dari mikroba itu sendiri. Hal ini sesuai dengan literatur Sutedjo (1996) yang menyatakan mekanisme penmbongkaran sellulosa oleh mikroorganisme, sama sekali tergantung atas sifat/keadaan organisme dan kondisi-kondisi dikomposisi. Media yang lembab sangat baik bagi pertumbuhan cendawan berfilamen dan bagi bakteria aerobik pendekompos sellulosa.

Dalam kegiatan ini mikroba trichodarma sp ditumbuhkembangkan dalam suatu tempat (media) dan diisolasi dari jenis mikroba lainnya. Hal ini dimaksudkan agar dalam kegiatan ini hanya aktiftas perombakan trichodarma sp saja yang diketahui dan dihitung. Oleh sebab itu media tumbuh pun disesuaikan dengan jenis mikrobanya. Hal ini sesuai dengan literatur Wiryianto (1999) yang menyatakan prinsip dari isolasi mikroba adalah memisahkan satu jenis mikroba dengan mikroba lain yang berasal dari campuran bermacam-macam mikroba. Hal ini dapat dilakukan dengan menumbuhkannya pada media padat kerena dalam media padat sel-sel mikroba akan membentuk suatu koloni sel yang tetap pada tempatnya.

Dalam pengisolasian jamur ini digunakan media tertentu berupa media cair atau semi cair yang berisi (mengandung) nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroba. Seperti media PDA, Czapek dan lain-lain. Media ini mengandung jumlah takaran yang sesuai dan memiliki glukosa sebagia sumber karbon dari jamur tersebut. Hal ini sesuai dengan literatur Adrios (1996) yang menyatakan hampir tidak terbatas jumlah medium biakan yang dapat digunakan untuk menumbuhkan jamur dan bateri patogenik tumbuhan. Beberapa di antaraya bersifat sintesis sama sekali/terbuat dari senyawa kimia tertentu dengan takaran yang jelas dan biasanya sangat spesifik terhadap patogen tertentu. Beberapa di antaranya berupa cairan atau semi cair yang khusus digunakan untuk pertumbuhan bakteri tetapi juga untuk jamur pada kasus-kasus tertentu.

Dalam percobaan ini digunakan arvenal molicbath yang menyebabkan larutan standar berubah menjadi warna biru. Hal ini digunakan untuk kegiatan skriny dan agar pembacaan pada lebih mudah dan semakin jelas sehingga karakter atau sifat serta aktifitas mikroba tersebut dapat diidentifikasi. Hal ini sesuai dengan literatur Nasir (2002) yang menyatakan teknik somaklonal menunjukkan janji untuk digunakan oleh ahli genetik dan pemulia dalam beberapa aspek tugas-tugas mereka. Sistem kultur menciptakan dengan mudah pekerjaan skriny dan seleksi untuk berbagai karakter yang ada.

Dari hasil diketahui pula bahwa laju dikomposisi trichodarma sp sangat tinggi. Hal ini secara langsung dipengaruhi oleh nutrisi atau komposisi media hingga faktor eksternal seperti temperatur. Di samping itu pH yang diatur pada media hingga larutan lainnya juga mempengaruhi enzim sellulosa yang dihasilkan oleh mikroba tersebut. Hal ini sesuai dengan literatur Yulipriyanto (2000) yang menyatakan kemampuan bahan terdekomposisi tergantung keadaan fisik atau komposisi. Laju pelapukan juga tergantung faktor lingkungan. Faktor lain yang membantu laju dekomposisi yang optimum adalah pH tanah, kelembaban, temperatur, nutrisi yang cukup.

Dalam kegiatan ini enzim sellulosa mengubah sellulosa dengan cara menghidrolisi zat tersebut menjadi turunan sellulosa lebih sederhana. Beberapa mikroorganisme tersebut memiliki kemampuan untuk melakukan itu lebih baik. Hal ini sesuai dengan literatur Dwidjosaputro (1980) yang menyatakan Hidrolisin dengan pertolongan enzim sellulase menghasilkan disakarida sellobiosa. Beberapa jenis bakteri, jamur dan beberapa invertebrata seperti Termitidae (rayap) memiliki enzim sellulase, sehingga mereka itu dapat mencerna sellulosa.

Kesimpulan dan saran

Kesimpulan

1. Data aktifitas enzim tertinggi terdapat pada kelompok dua senilai 1,9, sedangkan data terendah terdapat pada kelompok 5 yaitu 1,2.
2. Media yang digunakan dalam percobaan yaitu media PDA yang sesuai dengan pertumbuhan jamur.
3. Laju absorben mengalami peningkatan dipengaruhi oleh faktor seperti pH, temperatur, dan kelembaban.
4. Dalam skriny, digunakan arvenol molecbath sebagai larutan larutan pemberi warna pada nattan.
5. Nilai aktifitas enzim sellulosa oleh trichodarma sp sebesar 1,5 dengan nilai absorben yang terus meningkat.

Saran

Pada saat pembacaan sprektrometer (transmittan) sebaiknya dilakukan secara teliti agar tidak terjadi kesalahan pembacaan.














DAFTAR PUSTAKA

Avrios, G.N. 1996. Ilmu penyakit tumbuhan. Penerjemah: Busnia, N. Gajahmada University Press, Yogyakarta.

Dwidjosaputro. D. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta.

Hanafiyah, K. A; I Anas; A. Napoleon; N. Ghoffar. 2005. Biologi Tanah: Ekologi & Makrobiologi Tanah. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Wiryanto, K. 1999. Mikrobiologi: Menguak Dunia Mikroorganisme. YRAMA Widya, Jakarta.

Nasir, N, 2002. Bioteknologi Molukeler: Teknik Rekayasa Genetik Tanaman. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Felzar, N. J; E.C.S. Chan; N.S. Felzar. 1988. Dasar-Dasar Mokrobiologi. Pemerjemah: R.S. Hadi Oetomo; Imas;S.F. Tjitrosomo; S.L. Angka. Ui press, Jakarta.

Schanidt, K. 2000. Mikrobiologi Umum. Penerjemah: R.M.T. Baskoro. Gajahmada University Press, Jakarta.

Sutedjo,N.M; A.G. Kartasapoetra; S.Satroatmojo.1996. Mikrobiologi Tanah. Penerbit Trinika Cipta, Jakarta.

Wood,N. 2005.Enviromental Soil Biology. Second Edition. Belackie Akademic & Professional. An Inprint Of Chatman & Hall, London.

Yulipriyanto, H. 2000. Biologi Tanah Dan Strategi Pengelolaannya. Graha Ilmu, Jakarta